Di balik sebuah tirai, mengintiplah mataku. Mata yang merah
nanar, mata yang penuh luka. Ia tersiksa akibat tak kuasa menahan rasa yang
tersimpan di dalam dada. Rasa sesak, yang sepi berhasil ciptakan. Tak kunjung
reda. Derai hujan yang sedari tadi sudah mengguyur bumi nampaknya tak kenal
lelah. Semua tanah membasah, sedang air sudah menggenang di sudut tengah.
Pikiranku meracau kesegala arah. Berjalan kemana, entah. Hati sepi tak ada yang
mengisi. Sedang perih menggelayuti. Mengingat caci yang mereka umpatkan,
amarahku sungguh tak tertahankan. Ingin sungguh kulampiaskan. Aku lelah. Ini yang
namanya pertemanan? Ini yang namanya persahabatan?
Teman yang pandai memanfaatkan. Sahabat yang selalu
menghujat. Hanya ingin menang sendiri
Yang kucari yang kupinta hanyalah seorang kawan. Yang hadir
justru mereka, yang pantas disebut lawan. Bukan ketenangan, bukan keteduhan
yang mereka tawarkan. Bukan canda, bukan pula tawa yang mereka suguhkan. Hanya
duka yang mereka goreskan. Hanya rasa pahit yang mereka seduhkan.
Inikah kenyataan hidup yang begitu hitam? Ya, lebih hitam
dari secangkir kopi yang pekat.
Inikah kenyataan hidup yang begitu pahit? Ya, lebih pahit
dari secangkir kopi yang pernah kutenggak.
Mungkin, entahlah. Itu yang kurasa.
Malang, 2013
© 2014 by W.U. Widiarsa. All rights reserved
0 comments:
Post a Comment