Sunday, December 08, 2013

Hadiah Terindah


Sudah tiga tahun kami menjalani hubungan ini. Leny, sosok gadis sempurna idaman para pria. Matanya sayu, hidungnya mancung, rambutnya hitam legam tak panjang hanya menjuntai hingga sebatas pundak, bibirnya mungil kemerahan, kulitnya putih bersih. Belum lagi tutur lembut dan rasa sayang yang begitu tulus dari dalam hatinya. Aku tak bilang ia bagaikan bidadari yang turun dari Surga, namun jika kau ingin melukiskannya demikian, ya tak apa. Sungguh tak akan rela aku kehilangannya. Begitu beruntungnya aku bisa memilikinya. Lelaki mana yang tak iri melihatku berjalan bersamanya.

Aku akan selalu berusaha membuatnya tersenyum, aku tak rela jika harus melihatnya terpuruk oleh kesedihan dan merenung dalam kepedihan.  Mendapatkannya saja sudah setengah mati, apalagi jika harus kehilangannya bisa mati aku. Aku tak akan rela membiarkan air matanya yang berharga jatuh menetes di pipinya. Seberat apapun yang harus aku lakukan, asal dia bahagia akan kulakukan. Aku begitu mencintainya. Ini semua karena cinta. 

Seikat mawar merah adalah kembang yang paling ia suka. Aku ingat seikat mawar yang kubawakan pertama kali untuknya, pipinya merah merona, tak kalah merah dengan mawar merekah yang kubawa. Aku begitu bahagia saat itu, karna berhasil membuat lidahnya kelu. Ia hanya tersenyum malu-malu lalu memelukku. Hatiku melayang, rasa senang yang membuatku terus terbayang-bayang. Sejak saat itu, sudah tiga tahun pula, setiap sore, setiap hari saat aku bertemu dengannya tak pernah terlewatkan setangkai mawar merah. Meski tak selalu seikat, namun pasti akan kubawakan mawar merah itu untuknya. 

Hari ini adalah hari ulang tahunku. Bukan hari yang spesial menurutku, karena tiap hari adalah spesial buatku, itu karena dia yang selalu ada menghiasi hari-hariku. Aku tak berharap sebuah kado istimewa darinya, bisa melihat senyumnya saja sudah lebih dari cukup untukku. Senyumnya selalu bangkitkan semangatku, senyumnya selalu sanggup teduhkan dan tenangkanku dalam tiap alang rintang kerap datang mengusik ketenangan hidupku.

Seikat bunga telah kusiapkan untuknya, berharap aku mendapat senyum yang tiada taranya. Ternyata ini adalah sore yang berbeda, kali ini aku tak datang sendiri. Berpuluh-puluh orang telah berdiri sedari tadi, baik di dalam maupun di teras depan rumahnya. 

          “Maaf hanya ini yang bisa aku berikan,” kataku lirih di sampingnya. “Kubawakan seikat mawar merah kesukaanmu. Kamu suka kan?” Kusandingkan seikat mawar merah itu tepat di lengan kirinya. Kulihat senyumnya merekah manis. Air mata yang ingin kusimpan kini jatuh perlahan, pipinya basah. Percuma tak berubah, ia hanya tersenyum meski matanya telah memejam tuk selamanya. Kadoku hari ini istimewa darinya, sebuah peti kayu berisi jasad yang sudah tak bernyawa. Pagi tadi sebuah mobil tak hanya berhasil merenggut nyawanya namun juga merenggut kebahagiaan yang kupunya.


Malang, 2013


© 2014 by W.U. Widiarsa. All rights reserved

Friday, December 06, 2013

(S)alam Alam (M)alam (Puisi Akrostik)

S-uara jangkrik bersautan memecah heningnya suasana malam. Tak enggan mengumandangkan alunan syair malam, meski malam ini gigil nampaknya begitu ingin tuk memanggil.

A-da yang sedang mereka ingin sampaikan. Tentang malam, tentang keindahan-keindahan  yang belum pernah tersuratkan.

L-angit malam berhias warna cemerlang, membawa rasa sukacita gemilang. Meski hening yang ia suguh, justru di sinilah kurasakan teduh.

A-duh lintang malam, elok nian parasmu. Kelap-kelip cahyamu.  Mengerling bagai sebuah mata yang sedang menggoda, suguhkan pesona yang ada.

M-ata kau buat enggan tuk memejam. Telinga tak henti mendengar bisikan syair malam, lewat angin yang menelusup  perlahan.

A-jakku serta menari dan menyanyi dibawah sinar sang rembulan, beriring kelip cahya lintang berlatar senandung hewan-hewan malam.

L-arutlah aku kini dalam indahnya malam, indahnya keheningan malam. Hanyutkan segala asa yang tertinggal. Padamu malam, kujatuhkan harap  dan mimpi semakin dalam.

A-duh rembulan, janganlah pudar teruslah berpendar. Temani aku hingga pagi kan menjemputmu. Berpendarlah sepanjang malam, agar saat kupandang langit, warnanya tak hanya hitam, agar langitmu tak juga kelam.

M-adah untukmu, untuk malam yang  kupuja keanggunannya selalu. Yang kecantikannya mampu membius dan meredam amarahku.

M-alam, tempatku mengadu. Memandangi langitmu aku tak pernah jemu. Sungguh apalagi yang harus kutulis tentang pesonamu? Cantikmu itu membuatku gagu.

A-ndai kau tahu, tulisan ini tak seindah salam yang kau bisikkan lewat heningnya angin malam. Heningnya hadirkan tenang, meski di jiwa ada amarah yang berenang-renang.

L-ewat tulisan hanya mampu kulukiskan secuil kesenangan, secuil gambaran dari berjuta kepingan nikmatnya alam malam.

A-ngan yang kutitipkan, sandingkan dengan hamparan lintang. Disaat mata memejam, biarkan sinar rembulan yang temaram memelukku hingga bunga tidur kan merendam.

M-alam, terimakasih untuk pesonamu. Untuk terangnya cahya lintang dan rembulan. Untuk nyanyian yang dikumandangkan. Serta yang tak pernah lupa, selalu kau ucapkan dalam sebuah sapa. Salam alam malam. 


#Rumah_Sunyi #Bait_Puisi


Malang, 2013


© 2014 by W.U. Widiarsa. All rights reserved

Tuesday, December 03, 2013

Inilah kehidupan

Kau bilang pada langit
“sepagi ini sudah berselimut awan hitam”
Kau tanya mentari
“apa hari ini kan menyenangkan?”
Hanya keraguan dan keresahan yang membayang
Selalu hadir dan membuatmu bimbang

Kawan
Ini adalah jalan kehidupan
Inilah lembar cerita kehidupan
Selalu ada rintangan dan tantangan
Kerap datang dan selalu menyakitkan
Namun, inilah jawaban menuju kedewasaan

Apa yang ingin kau ceritakan,
Tentang perjalanan hidup yang menyakitkan?
Apa yang ingin kau dendangkan,
Gumam kehidupan yang menyedihkan?
Ya. Semua orang pernah merasakan

Kawan
Lihat, kau tak sendirian
Berdiriku di sini adalah sebuah alasan
Dengar, ini adalah ujian
Kelak ia akan tunjukkan apa yang kan kau dapatkan
Cacian atau sebuah pujian
Rasakan, perlahan segala macam rintangan
Yang kan membuatmu kuat tuk bertahan
Kan tiba saatnya menuai keberhasilan
Yang kan berikan lebih dari sekedar kebahagiaan

Tak ada guna jika hanya memikul sebuah penyesalan
Tak ada guna jika terus memikir kesalahan
Anggap semua itu hanya kenangan
Kenangan yang memberimu sebuah pelajaran
Penuh makna meski ciptakan beberapa sayatan
Masa lalu jadikanlah batu lompatan
Agar ia tak jadi sebongkah batu sandungan

Kawan
Buatlah pergerakan
Mari bangkit perlahan
Tunjukkanlah sebuah perubahan
Angkat kakimu, lalu langkahkan
Arahkan mata ke depan
Di depan sudah ada jalan pengharapan
Usah kau tangisi lagi semua kepedihan
Kembangkanlah sebuah senyuman
Pikirkanlah semua kesenangan yang dijanjikan
Agar tak jadi beban dan keputusasaan

#Rumah_sunyi #Bait_Puisi

Malang, 2013


© 2014 by W.U. Widiarsa. All rights reserved