Monday, February 03, 2014

Cinta Mat(er)i

Ia bahagia dalam pikirannya. Senyum selalu mampu terurai lepas dari bibirnya. Sari, wanita yang sudah setahun ini menemani setiap perjalanan langkah kakinya dan berhasil mengakhiri masa lajang yang ia miliki. Dion, nampaknya sudah benar-benar mampu meluluh lantahkan benteng kokoh hati yang Sari miliki. Sari selama ini dikenal sebagai wanita pemilih dalam mencari pasangan. Bagaimana tidak, Sari adalah seorang model cantik yang namanya sudah merayap hingga sudut-sudut  kota. Sudah banyak deretan laki-laki yang rela mengantri hanya untuk memilikinya, mulai dari yang masih muda hingga para tua-tua keladi tak ingin kalah saling bersaing mendapatkannya. Sangat beruntung, Dion bisa memilikinya. Menurut orang.

Dion sangat mencintai Sari. Sangat. Berbagai macam cara ia lakukan hanya sebatas ingin mengembangkan satu senyuman di bibir Sari. Apapun diturutinya. Tak masalah tentunya, Dion seorang konglomerat yang membawahi beberapa perusahaan ternama di beberapa kota dan belum lama ini Dion telah berhasil mengembangkan sayapnya dalam bisnis property.  Umurnya juga masih cukup muda, 27 tahun, terpaut lebih tua satu tahun ketimbang Sari. Wanita mana yang tak mau bersuamikan lelaki muda yang kaya raya, paras mungkin di urutan kedua. Siapa peduli?

Kecupan hangat dan mesra Sari, mendarat di kening Dion.

“Udah lama Mas nunggunya? Maaf sesi pemotretan hari ini agak molor.”

“Iya nggak apa-apa. Aku juga baru beberapa menit yang lalu tiba, terus rebahan sambil nonton tv.”

Kini jari-jari mungil milik Sari berjalan berpindah tempat, menuju pundak Dion, memijat-mijatnya.

“Mas, kemarin-kemarin kan Mas janji, katanya mau beliin aku mobil baru. Kapan?”

“Iya, secepatnya. Tunggu kalau kamu udah punya waktu luang. Ok?”

“Makasih Mas.”

Sari tersenyum bahagia. Bahagia sekali.

“Jangan senang dulu, aku juga punya permintaan.”

Sari terdiam.

“Jangan pernah tinggalkan aku, jangan pernah duakan aku. Aku terlalu mencintaimu. Aku tak ingin kehilanganmu. Apapun yang kau mau akan kuusahakan terpenuhi, asal kau tetap di sampingku.”

Sari menganngguk tanda ia mengerti. Sari memeluknya erat sekali, seakan mengucapkan terimakasih sembari mengucapkan janji setianya.

Dion sadar selama ini semua yang ia dapat tidak gratis. Kebahagiaan, kepedulian, perhatian dan bahkan kasih sayang yang bertahun-tahun lalu ia dapatkan secara cuma-cuma dari kedua orangtuanya, kini ia harus membelinya. Baginya ini bukan sebuah masalah, daripada ia tak bisa mendapatkan setetes pun rasa sayang untuk melegakan jiwa yang dahaga akan jamahan cinta. Dalam pikirannya, ia terus bergumam tentang perihal cara agar Sari tak akan meninggalkannya, bagaimana Sari bisa bahagia dan nyaman bersamanya. Dan kadang Dion pun pernah sesekali berpikir, apakah dulu kedua orangtuanya juga mengalami ini?  Apakah semua orang di luar sana seperti ini? Yang satu memberikan cinta dengan sepenuh hati, sedang yang satu mencari materi sebagai imbalan untuk mencintai. Siapa peduli? Sudah lama cinta berjalan seperti ini. Cinta, mati tanpa materi.

Malang, 2014



© 2014 by W.U. Widiarsa. All rights reserved

0 comments:

Post a Comment