(Photo by : Unknown)
Perbincangan
kita di atas ranjang sore itu, menuntun kata-kata mengulur waktu.
Mencari
cara agar bisa meleburkan suasana gagu, sembari menunggu lidah kita melentur
dan membiarkan kata menyublim. Mengubahnya menjadi bahasa tubuh yang paling
intim.
Aku
senang berlama-lama menatap matamu, keduanya jujur.
Mata nanar
yang menyimpan luka dalam - sedang
berusaha kaukubur atau mungkin minta dihibur.
Aku
memuji bibirmu; bibir mungil mirip kepunyaan kekasih impian yang telah pergi
atau kalah kemudian memilih sembunyi.
Sore
itu aku tak ubahnya anak kecil yang rindu menyusu pada puting ibunya.
Sebab
katamu; tak ada yang lebih tabah dari payudara. Terkekang kutang-kutang ketat
dan bau keringat. Terbatas tak bebas demi tuntutan tak membuka aurat.
Dadamu
yang ranum menjelma mata air yang lapang. Ia tahu bagaimana cara melepas dahaga
pria-pria yang haus kenikmatan, atau kebahagiaan pun kesepian sepertiku.
Ia
tak pernah memilih rupa juga perawakan pria-pria yang akan minum dari mata
airnya; bukan air matanya. Asal esok harinya ia mampu membawa sekantong
harapan, juga obat untuk penyakit yang belum sembuh atau barangkali penyakit
yang segera kambuh.
Kini
aku tahu, Tuhan menciptakan beberapa Surga di Dunia. Yang pertama tepat di
bawah kaki ibuku. Sedang yang kedua tersembunyi di sela kedua pahamu.
Liang
surga; hanyalah tempat singgah. Taman hiburan untuk mereka yang kau sebut
pelanggan. Atau mungkin untukku sebuah kesalahan. Bukan! Aku yang salah.
Membeli kebahagiaan sebagai kepura-puraan, atas kemenangan dari segala
kesedihan juga kesepian.
Aku
senang berlama-lama menatap liang surgamu. Ia jujur seperti matamu. Terkadang
ia basah memelihara gelisah, juga sembab tanpa sebab. Aku takut berlama-lama
menatapnya. Ia terlalu jujur. Sebab di sana aku bercermin sebagai dosa.
Katamu,
“Hati-hati dengan perasaan, jangan terlalu diperlibatkan!” Sebab ia lebih jahat
dari obat atau kretek yang membuatmu ketagihan.
(Kediri, 17 Mei 2016)
Nb : Puisi ini didasari oleh kisah nyata dari cerita seorang pekerja seks komersial. Puisi ini diciptakan atas dasar tantangan dari seorang teman di sebuah komunitas menulis, yang mengunggah gambar ilustrasi di atas dan kemudian mengimajinasikannya ke sebuah puisi dengan tema Naked Poem.
(Kediri, 17 Mei 2016)
Nb : Puisi ini didasari oleh kisah nyata dari cerita seorang pekerja seks komersial. Puisi ini diciptakan atas dasar tantangan dari seorang teman di sebuah komunitas menulis, yang mengunggah gambar ilustrasi di atas dan kemudian mengimajinasikannya ke sebuah puisi dengan tema Naked Poem.
0 comments:
Post a Comment