Saturday, October 22, 2016

MERAYAKAN KESALAHAN

(Photo by : Unknown)

Perbincangan kita di atas ranjang sore itu, menuntun kata-kata mengulur waktu.
Mencari cara agar bisa meleburkan suasana gagu, sembari menunggu lidah kita melentur dan membiarkan kata menyublim. Mengubahnya menjadi bahasa tubuh yang paling intim.

Aku senang berlama-lama menatap matamu, keduanya jujur.
Mata nanar yang menyimpan luka dalam -  sedang berusaha kaukubur atau mungkin minta dihibur.
Aku memuji bibirmu; bibir mungil mirip kepunyaan kekasih impian yang telah pergi atau kalah kemudian memilih sembunyi.

Sore itu aku tak ubahnya anak kecil yang rindu menyusu pada puting ibunya.
Sebab katamu; tak ada yang lebih tabah dari payudara. Terkekang kutang-kutang ketat dan bau keringat. Terbatas tak bebas demi tuntutan tak membuka aurat.

Dadamu yang ranum menjelma mata air yang lapang. Ia tahu bagaimana cara melepas dahaga pria-pria yang haus kenikmatan, atau kebahagiaan pun kesepian sepertiku.
Ia tak pernah memilih rupa juga perawakan pria-pria yang akan minum dari mata airnya; bukan air matanya. Asal esok harinya ia mampu membawa sekantong harapan, juga obat untuk penyakit yang belum sembuh atau barangkali penyakit yang segera kambuh.

Kini aku tahu, Tuhan menciptakan beberapa Surga di Dunia. Yang pertama tepat di bawah kaki ibuku. Sedang yang kedua tersembunyi di sela kedua pahamu.
Liang surga; hanyalah tempat singgah. Taman hiburan untuk mereka yang kau sebut pelanggan. Atau mungkin untukku sebuah kesalahan. Bukan! Aku yang salah. Membeli kebahagiaan sebagai kepura-puraan, atas kemenangan dari segala kesedihan juga kesepian.

Aku senang berlama-lama menatap liang surgamu. Ia jujur seperti matamu. Terkadang ia basah memelihara gelisah, juga sembab tanpa sebab. Aku takut berlama-lama menatapnya. Ia terlalu jujur. Sebab di sana aku bercermin sebagai dosa.

Katamu, “Hati-hati dengan perasaan, jangan terlalu diperlibatkan!” Sebab ia lebih jahat dari obat atau kretek yang membuatmu ketagihan.


(Kediri, 17 Mei 2016)
Nb : Puisi ini didasari oleh kisah nyata dari cerita seorang pekerja seks komersial. Puisi ini diciptakan atas dasar tantangan dari seorang teman di sebuah komunitas menulis, yang mengunggah gambar ilustrasi di atas dan kemudian mengimajinasikannya ke sebuah puisi dengan tema Naked Poem.




0 comments:

Post a Comment