(Shot
by : S.A. Ozora)
Sore
itu,
Arloji
yang melingkar di pergelangan tangan kirimu, menderitkan
detik yang mendengungkan sepasang telingamu.
Alunan
detiknya terasa melambat, mirip
detak jantung orang sekarat.
Sepasang
matamu cemas melucuti segala sudut-sudut ruangan. Mencoba
mengisi kosongnya tatapan dengan tulisan menu-menu pada buku, pada
sekelompok remaja yang saling mengumbar canda hingga umpatan, juga sepasang
kekasih yang saling bertukar tatap malu-malu.
Sepertinya
sore itu kau dapat tugas baru. Persekongkolan
jarak dan waktu yang tak kunjung menghadiahimu sebuah temu. Namun
kau percaya dan akan menunggu. Sebab
pada dadamu;
keyakinan
tentang harapan, adalah sekeras-kerasnya batu kali.
Kau
pikir segelas es lemon tea, cukup untuk membunuh gelisahmu. Kau
pikir di meja ini akan ada kejutan kecil, perhelatan, atau perdebatan . Sengal-sengal
napas yang jadi kelegaan. Bahkan segala resah yang bermetafora jadi haru. Kau
pikir meja ini akan jadi panggung bagi sepasang perasaan yang haus pertanyaan. Kau
pikir meja ini akan menyajikan cerita-cerita perjalanan panjang, romansa-romansa
bagi ingatan yang kelaparan, juga meletakkan beban bagi punggung-punggung yang
ingin diringankan.
Namun
sore ini, kau harus kembali jadi siswa baru. Jarak
dan waktu bersekongkol untuk mengguruimu. Dan
kau dapat tugas baru. Mereka
menyebutnya rindu. Dan
kau akan menunggu...
Keyakinanmu
ialah batu. Kau
akan menunggu...
Hingga
kau tahu; waktu adalah lumut dan jarak adalah hujan yang perlahan coba
melapukkanmu. Hingga kau tahu; kecewa bisa datang seperti seorang kuli; menjadikanmu keping kerikil setelah menghantammu berkali-kali
Kau akan menunggu?(Kediri, 22 Oktober 2016)