Thursday, November 27, 2014

SUARA YANG DIPADU MENJADI CANDU



Banyak bulan, hari, jam , menit bahkan detik yang sudah tak bisa kuhitung. Namun perjalanan hidup yang masih panjang takkan mampu membuatku lupa. Takkan mampu menghapuskan jejak rekaman yang pernah diperdendangkan dalam ingatan.
 
Sesekali waktu biarkanlah aku mengingatnya kembali. Tentang sebuah hangatnya kebersamaan. Tentang lenggak-lenggok tubuh atau lirikan mata yang mengikuti sebuah alunan nada. Tentang empat jenis suara yang dipadukan jadi satu kesatuan warna. Tentang riuhnya tepuk tangan serta aroma kepuasan sebuah kemenangan. Atau bahkan hanya sekedar ingin merasakan debar-debar jantung yang membuat candu dalam setiap pagelaran.

Sesekali waktu biarkanlah hidup ini serupa paduan suara. Belajar memberikan yang terbaik, belajar menjadi sempurna dalam segala suasana. Berdiri tegap di depan para juri atau para penonton, sekadar melempar senyum hangat sejenak melupakan segala kegundahan yang ada. Menyelaraskan suara di tengah keberagaman yang ada. Belajar berlapang dada, meskipun rasa kecewa ada. Menggenggam rasa yakin pasti bisa demi sebuah penampilan yang luar biasa.

Ketahuilah, sebab kegiatan yang kian menderas dalam hidup, tak membuat sebuah kenangan kan bertahan lama. Sebab kan ada waktunya lidah kelu menceritakan sebuah kisah masa lalu.  Aku hanya berharap ketika rambutmu mulai memutih, ketika sepasang matamu mulai merabun, ketika ingatanmu mulai meraba-raba karena pikun; akan ada tentangmu tentangku tentang kita yang ditulis sejarah.

Ketahuilah, barangkali waktu yang berputar ialah keganjilan yang tak selalu digenapkan oleh sebuah hangatnya kehadiran. Barangkali waktu yang berjalan, ialah keganjilan yang tak pernah digenapkan oleh sebuah kebersamaan yang berlangsung lama. 

Dibanding rumah megah namun sunyi,
Kebersamaan ini lebih mewah  dan berbunyi





Malang, 26 November 2014
© 2014 by W.U. Widiarsa. All rights reserved

0 comments:

Post a Comment