Saturday, January 11, 2014

Sepucuk Surat Untuk Putri


Putri. Salam hangatku untukmu. Sepagi ini aku ingin menyapamu. Di bawah payungan mendung yang berhasil mengusir cahya hangat sang mentari pagi.

Putri. Kali ini, atau bahkan untuk kesekian kalinya aku tak pernah lelah menyapamu. Setiap hari. Menyebut namamu. Hanya mungkin ini berbeda. Aku ingin mengukir namamu di sebuah tulisanku, hasil buah pikir dari benih cinta yang berhasil tumbuh dan kita rawat bersama.  Semoga tulisanku mampu kembangkan senyum di wajahmu. Senyum yang selalu merekah kala kau tersipu malu, atau dirundung bahagia yang menemanimu.

Putri. Lima tahun sudah kita selalu bersama. Bak mendayung  sampan kecil untuk berlayar, mencari sebuah labuhan sebagai tempat persinggahan. Ombak kecil, ombak besar, angin kecil dan angin badai kita lalui bersama. Meski tak jarang pula sampan kita terombang-ambing tak tentu bahkan terbalik untuk beberapa waktu. Hanya doa dan kepercayaan yang jadi pemersatu.

Putri. Percayalah suatu saat nanti, kita akan berlayar bukan dengan sampan ini. Sampan tua kecil yang sudah tak layak lagi tuk ditunggangi. Kita kan bekerja sama membangun sebuah bahtera. Bahtera sederhana namun kokoh dan nyaman bagi kita. Bahtera yang selama ini kita harapkan. Bahtera yang selalu kita impikan. Butuh usaha memang, namun aku percaya kita bisa.

Putri. Kau tahu, semalam aku bermimpi. Kau pergi dan takkan pernah kembali. Tak dapat kusangkali, air mata mengucur deras di pipi. Meski hanya mimpi, rasanya sakit sekali. Aku harap itu hanya benar-benar mimpi, dan bahtera yang akan kita rakit bukan hanya sebatas angan dalam mimpi.

Kau takkan pergi bukan?

Putri. Satu hal yang kau tahu pasti, Hanya kau yang tahu. Rasaku ini benar-benar sungguh menyayangi. Rasaku ini harap sungguh bisa memiliki. Rasaku sungguh telah lama mati, mati jauh terkubur dalam emosi. Namamu, senyummu sudah hafal setengah mati, maka siapa bisa mengganti?

Putri. Mungkin kau sedikit tak mengerti atau bahkan mungkin tak peduli dengan tulisan ini. Aku hanya ingin kau sedikit pahami, sedikit selami. Sedikit saja. Agar aku mengerti, aku masih yang dulu. Yang selalu ada berdiri di sampingmu meski kadang kala aku bersifat dungu. Aku masih mencintaimu, selalu.

Putri. Sepucuk surat yang sedang kau baca ini kutulis dengan hati, bukan lagi sebatas jemari. Dalam tiap-tiap kata kuselipkan doa diantaranya. Doa untukmu. Juga doa untuk kita pastinya.Sekuat apa pun badai yang menggelora dan badai menerjang, yakinlah rasa yang kita miliki pun tak kalah kuat. Aku pun percaya pertolongan sang Khalik takkan pernah sedetik pun terlambat.

Terimakasih Putri. Aku mencintaimu. Biarlah namamu menjadi begitu berarti sampai ajal kan menjemput bahtera kita nanti.

Kediri, 2014


© 2014 by W.U. Widiarsa. All rights reserved

1 comment:

  1. Bagus mas :)

    Pertanyaannya ini fiksi apa curcol ya hihi :D

    ReplyDelete