Judul :
Penjaja Cerita Cinta
Penulis : @edi_akhiles
Penerbit :
DIVA Press, Yogyakarta
Cetakan 1 :
Desember 2013
Tebal :
192 halaman
Buku ini merupakan
kumpulan cerpen dari seorang Penulis yang lahir di Lalangon, Manding, Sumenep,
Jawa Timur, 13 November 1977. Beliau kerap disapa dengan nama Edi AH Iyubenu
dan terkenal di sebuah jejaring sosial tweeter dengan akun @edi_akhiles. Namun
inilah nama aslinya Edi Mulyono.
Beliau memulai kegemarannya menulis cerpen fiksi sejak tahun 1995. Untuk
pertama kalinya cerpen yang berjudul Den Bagus, berhasil termuat di Harian Kedaulatan Rakyat Jogja, setelah 700 cerpen
dihasilkannya. Sungguh beliau memiliki ketekunan yang amat besar dan tidak
mudah menyerah. Sejak saat itu pula cerpennya banyak dimuat di media massa,
dari Horison, Kompas sampai jurnal Ulmul Qur’an dan koran-koran lokal.
Beliau juga merupakan Angkatan
Sastra 2000. Pada tahun 2013,
beliau mendapat anugerah sebagai salah satu Pegiat Sastra di Yogyakarta oleh
Balai Bahasa Yogyakarta. Tak hanya itu Beliau juga mempunyai sebuah publishing
dengan nama DIVApress, kemudian beliau juga merupakan salah satu pembimbing di
#KampusFiksi. Tugasnya membimbing anak-anak muda yang memiliki keinginan
sungguh-sungguh mau belajar menulis dan menerbitkan novelnya.
Karya-karya yang lain yang pernah dibukukan antara lain : Andai Aku Jalan Kaki Masihkah
Engkau Selalu Ada Untukku?, Ah, Tuhan Sayang Padaku, Kok, Trio (lebih) Macan!,
Brengseknya Aku, Thx for Auratmu, Orang Pelit Pantatnya Item, Hari-hari Paling Menyebalkan
Dalam Hidupku, Rogoh Ah..., dan CEO Koplak.
Buku
Penjaja Cerita Cinta merupakan buku yang berhasil diterbitkan berikutnya.
Seperti di awal tadi saya sampaikan, bahwa buku ini merupakan kumpulan
cerita-cerita pendek yang dikemas dalam cover yang cukup menarik, dan yang
menjadi cerpen unggulan yaitu sama dengan yang tertera di cover yaitu Penjaja
Cerita Cinta. Ada total 16 cerpen yang terdapat dalam buku ini. Berikut
judul-judul yang ditawarkan : Penjaja
Cerita Cinta, Love is Ketek, Cinta yang Tak Berkata-kata, Dijual Murah Surga
dan Isinya, Menggambar Tubuh Mama, Secangkir Kopi untuk Tuhan, Tak Tunggu
Balimu, Cinta Cantik, Tamparan Tuhan, Abah, I Love You..., Cerita Sebuah
Kemaluan, Munyuk!,
Lengking Hati Seoarang Ibu Yang Ditinggal Mati, Anaknya, Aku Bukan Batu!!, dan terakhir
Si X Si X And God.
Tidak hanya itu saja Beliau juga memberikan bonus tambahan kepada pembaca
tentang teknik menulis. Pada bagian bonus tersebut di beri judul : Hindari “ Dosa-Dosa Preett” Ini
Dalam Menulis. Dalam bonusnya ini Beliau memberikan informasi kesalahan-kesalahan
yang dilakukan oleh seoarang penulis. Dengan gaya bahasanya yang lucu dan khas
Beliau menjadikan bacaan ini menjadi renyah untuk dibaca.
Buku
ini wajib dibaca sampai selesai. Jangan hanya dibaca awalnya saja atau bahkan
judulnya saja yang sudah pasti bisa menyebabkan kita mengambil kesimpulan
sendiri tanpa pernah mengerti apa yang sebenarnya ingin disiratkan oleh apa
yang telah disuratkan oleh Si Penulis.
Saya
akan mengulas beberapa cerpen yang ada dalam buku ini. Kenapa tidak semua? Ya
karena saya ingin membuat anda penasaran dan membacanya sendiri. Saya akan
mengulas beberapa cerpen yang paling menarik menurut saya.
"Penjaja Cerita Cinta"
Dari judul saja kita sudah sedikit menerka-nerka apa yang
ingin Penulis sampaikan dalam cerita pendek ini. Seorang Penjaja cerita cinta.
Seorang yang mempunyai yang mempunyai pekerjaan untuk menawarkan jasa berupa
menjajakan sebuah cerita. Lebih gamblangnya apabila di kehidupan masa kini
biasa kita jumpai dengan sebutan Pendongeng. Ya, mereka akan berkeliling
mencari anak-anak biasanya, atau siapa saja yang ingin menggunakan jasanya,
yang ingin mendengarkan cerita-cerita yang dibawakannya. Tapi tentu kita tahu,
pekerjaan seperti ini sudah sangat jarang sekali kita jumpai, bahkan mungkin
sudah tak ada. Ingin tahu liku-liku perjalanan dari seorang Penjaja cerita
cinta? Saya akan mengulasnya sedikit di sini. Ada satu hal lagi yang menurut
saya menarik. Si Penulis ingin menceritakan dua cerita sekaligus. Two in one.
Dua cerita dalam satu cerpen sekaligus. Bagaimana bisa? Tentu kita sering
mendengar ada cerita dalam sebuah cerita, ya, hal ini mungkin yang ingin
ditawarkan oleh si Penulis tersebut.
Dalam kisah ini ada dua orang tokoh utama, yaitu : Seorang Penjaja cerita cinta
(Aku) dan si pendengar yang namanya adalah Nyonya Srintil. Setting tempat yang ingin digambarkan oleh Si
Penulis yaitu rumah Nyonya Srintil yang dideskripsikan dengan baik oleh si
penulis. Rumah yang besar dan lebih cocok dengan sebuatan kastil, dengan model kuno,
dengan pahatan-pahatan Skolastik ungkap si Penulis di bagian awal (10). Dari
sini Penulis ingin menggambarkan adanya kesan mistis di sana. Berikut sekilas
cuplikan dari cerpen ini.
“Bagaimana? Apa cerita cinta yang jadi andalanmu Penjaja Cerita?”
“Romeo dan Juliet?” Mataku menatapnya penuh harap.
Ia
menggeleng ketus.
“Laila dan Majnun?”
Kembali ia menggelang. Tampak lebih ketus.
“Rara Mendut dan Pranacitra?”
“Hanya itu koleksi cerita cintamu?” (14)
“Baiklah, Nyonya Sri. Saya menyimpan sebuah cerita cinta yang paling rahasia,
yang takkan pernah membuat pendengarnya mampu mengerti kenapa ada cerita
sedahsyat itu...” (15)
Itulah beberapa bagian percakapan yang ada dalam bagian
awal cerita Penjaja Cerita Cinta. Nah di sini saya akan mengulas seperti apa
yang di awal telah saya sampaikan, bahwa penulis juga menulis cerita yang
kedua. Di bagian ini adalah cerita yang disampaikan oleh penjaja cerita kepada
Nyonya Srintil. Diceritakan pada bagian ini si penjaja cerita cinta membagi
ceritanya sendiri ke dalam empat hal penting. Empat hal pokok dari cerita yang
ingin disampaikan, yaitu : Kesetiaan,
Rindu, Perpisahan, dan Kenangan.
Kesetiaan.
Di sini penjaja cerita menceritakan sebuah kisah yang
berkaitan dengan topik kesetiaan yang menjadi garis besarnya. Dalam cerita ini
muncul tokoh baru, namanya Senja. Seorang gadis yang menjadi tokoh utama dalam
cerita yang sedang ditawarkan oleh penjaja cerita. Seorang gadis muda yang tak
pernah jemu menanti sebuah bukti yang dulu pernah dijanjikan oleh laki-laki
yang dicintainya. Senja selalu setia menanti kedatangan laki-laki itu, meski ia
sendiri tak pernah tahu kapan laki-laki itu akan datang kembali. Kesetiannya
tak pernah lelah, ia percaya saat mentari terbenam (senja) lelaki yang
ditunggunya akan datang untuk menjemputnya.
“Aku
selalu percaya janjimu untuk menjemputku saat senja di tepian teluk seperti
dulu kamu pergi saat senja di tepian teluk...” (17)
Rindu.
Masih dengan cerita yang sama. Tentang gadis bernama Senja. Kini sebuah rindu
yang diangkat menjadi topik utama dalam bagian ini. Diceritakan bagaiman rindu
terus menerus menggerogoti Senja. Tak pernah berhenti, rindu yang tak pernah
mati. Rindu yang tak kunjung dihadiahkan sebuah temu. Rindu-rindu yang selalu
jadi candu dan selalu jadi bulir-bulir air yang mengalir bak anak sungai dari
mata. Ia begitu merindukan laki-laki yang selama ini selalu diharap kedatanganya.
“Badai rindu tidaklah lagi cukup untuk mewakili isi pikirannya. Seutas nama
yang hanya ia yang tahu. Setangkup wajah lelaki yang hanya ia yang sanggup
menyimpannya dengan rapat. Segaris senyum yang hanya ia yang setia
memeliharanya. Segenggam janji yang haya ia yang mampu menggenggamnya dalam
diam.” (22-23)
Perpisahan.
Pada
bagian ini kita disuguhkan sebuah perpisahan yang begitu memilukan. Kita akan
dibawa larut oleh kalimat-kalimat dari penulis yang begitu sadis menggambarkan
sebuah perpisahan.
“Perpisahan telah menempa Senja mampu membalikkan apa yang surat di mata
menjadi sirat di jiwa. Semua menyangka bahwa Senja tak lagi menyimpan hasrat
kehidupan, padahal sejatinya ia sangat birahi memperjuangkan kehidupannya. Semua
orang berbisik bahwa Senja adalah korban cinta lelaki yang bermata senja itu,
padahal hakikatnya ia tak pernah menempatkan dirinya sebagai korban cinta.” (33)
Kenangan.
Topik ini adalah topik terakhir yang ditawarkan dalam kisah penjaja cerita
cinta. Di topik ini kita akan mendapati kenangan-kenangan yang hidup dalam jiwa
seorang Senja.
“Kenangan yang hidup di jiwa Senja sungguh bukanlah kenangan yang dimiliki anak
manusia, siapa pun. Idak pula Cleopatra yang begitu cinta pada Julius Caesar
atau pun Eva Braun yang bersedia memilih mati bersama Hitler di kamp
terakhirnya.” (36)
Bagaimana? Sedikit ulasan tadi setidaknya sudah mampu menggambarkan sedikit apa
yang ingin ditawarkan dalam kisah Penjaja Cerita Cinta ini. Hanya sebagian
kecil saja yang dapat saya munculkan dalam review ini. Dalam bukunya, kalian
akan disuguhkan lebih banyak lagi kata-kata metafora yang sungguh sedap dibaca.
Belum lagi kisah akhir (ending) yang ditawarkan, yang akan menjawab
semua pertanyaan yang muncul saat pertama kali kita membaca awal kisahnya atau
bahkan hanya judul saja. Cerpen ini adalah salah satu cerpen yang saya suka
dalam buku ini, kenapa? Karena untuk membacanya saja saya butuh konsentrasi
yang tinggi, dan perlu untuk membaca beberapa kali agar menemukan sebenarnya
apa yang ingin diceritakan oleh Si penulis. Termasuk cerpen kategori berat.
Kita akan ulas lagi satu cerpen dalam buku ini, judulnya Cerita Sebuah Kemaluan. Kemaluan? Apa yang ada dalam pikiran
saat pertama kali kita hanya membaca judulnya saja? Kemaluan bisa diartikan
dalam beberapa makna tergantung ita melihatnya dari sisi mana, betul bukan? Ada
kemaluan yang bermakna rasa malu yang dimiliki seseorang karena mungkin telah
melakukan sesuatu yang dirasa perlu disembunyikan agar tidak ditertawakan oleh
orang lain. Ada lagi kemaluan yang berarti alat reproduksi yang dimiliki oleh
manusia. Saya akan mengutip sebagian kalimat yang ada dalam cerpen ini.
“Kenapa tidak setidaknya dua? Bukankah dengan dua, selain aku bisa
berhermaprodhit, aku pun memiliki cadangan kemaluan seandainya satu kemaluanku
mengalami masalah, atau setidaknya sedang layu lelah?” (133)
Eits, jangan menyimpulkan apa pun terlebih dahulu, jangan pernah menge-judge lebih dulu jika kalian belum tahu
bagaimana endingnya. Dalam kumpulan cerpen ini pembaca disarankan untuk membaca
semua cerpen dari awal hingga akhir agar tidak menimbulkan pikiran-pikiran yang
buruk terhadap si Penulis.
Dan
bagi para pembaca yang menyukai cerita komedi yang mengusung gaya bahasa anak
muda atau remaja, dalam buku ini juga ada. Love
is Ketek demikian Si penulis
membubuhkan judulnya untuk cerita komedi ini. Ya, lagi-lagi Si penulis membuat
penasaran apa yang sebenarnya ingin disampaikan, jangan mengambil kesimpulan
apa pun sebelum membacanya hingga tuntas.
“Parmini, Parmini, masak gara-gara gue ngasih tahu dengan niat baik nan penuh
cinta, kalo diketeknya ada selembar bulu, kriting lagi, putih lagi, dia
ngamuk!” (47)
Dari
sedikit saja penggalan dalam cerita ini, kita bisa tahu ada suatu komedi yang
ditawarkan oleh penulis. Cerita ini bisa membuat perut kita tergelitik dengan
kata-kata yang mungkin terkesan sedikit alay.
Namun dalam cerpen ini merupakan satu pembuktian juga bahwa Si penulis
merupakan penulis yang berbakat karena bisa menjadi “aktor”, bisa menjadi
“penyihir kata.” Bagaimana tidak, beliau bisa menulis kata-kata yang begitu
puitis dan romantis hingga mampu menggetarkan hati pembaca di beberapa
cerpennya, namun ia juga mampu menulis kata-kata dengan bahasa ringan dan
renyah layaknya obrolan-obrolan anak muda zaman sekarang.
Dari
awal hingga akhir saya membaca buku ini cukup banyak kelebihan yang ditawarkan
dari kumpulan cerpen-cerpennya. Apalagi di halaman akhir sebelum biografi
tentang penulis, terdapat bonus Hindari
“Dosa-Dosa Preett” Ini Dalam Menulis. Ini bukan judul sebuah cerpen, namun
ini adalah trik menulis yang diberikan sebagai bonus oleh Si penulis. Menarik
bukan? Sudah disuguhkan beberapa cerpen masih juga di hadiahkan teknik
bagaimana menghindari kesalahan-kesalahan dalam menulis. Cocok untuk pemula-pemula
yang ingin bagaimana teknik menulis yang baik dan benar.
Sedangkan beberapa kekurangan dari kumpulan cerpen ini, menurut saya ada
beberapa cerpen yang endingnya terkesan “nanggung”, harusnya bisa diperpanjang
sedikit agar menemukan satu titik ending yang benar-benar klimaks. Beberapa kata dalam bahasa jawa
nampaknya perlu diberikan catatan-catatan kecil, sehingga pembaca yang bukan
berasal dari Jawa juga bisa mengerti apa arti kata-kata tersebut. Catatan juga
untuk buku ini, sepantasnya dibaca oleh remaja yang usianya sudah di atas 17
tahun, karena di dalamnya juga ada beberapa penulisan yang cukup “dewasa”.
Belum lagi ketika seorang pembaca yang belum cukup umur menerjemahkan beberapa
kumpulan cerpen ini tanpa mengerti maksud sebenarnya yang ingin disampaikan,
karena kurangnya pemahaman makna.