Untuk kalian
yang aku sayangi..
Entahlah aku tak
punya kata yang menurutku cukup layak untuk menyapa kalian yang akan membaca
tulisan ini. Tentunya mungkin pertama kali yang ingin aku ucapkan adalah terima
kasih, karena sudah bersedia sejenak meluangkan waktu untuk sekadar membaca tulisan
ini
Sehari yang
lalu, di bulan Mei yang keempat usiaku genap 22 tahun. Sebagai manusia tentulah
umur sekian masih jalan yang panjang untuk menapaki jalan kehidupan, yang kian
hari pasti punya pencobaan tersendiri. Entah apa yang seharusnya dapat aku
rasakan di hari yang menurut kebanyakan orang merupakan hari berbahagia atau
hari penuh ucapan syukur. Bahagia? Seharusnya. Bukan berarti aku tak merasakan
kebahagian atau sukacita, jauh lebih dalam. Ada haru di sana. Meski aku akui
ada sedikit perasaan ganjil yang berusaha aku genapkan.
Dengan tulisan ini aku berharap ucapan terima kasihku
bisa tersampaikan ke semua orang yang telah mendoakan.
Yang pertama
untuk teman-teman semua yang sudah mendoakan. Terimakasih, doa yang sama pula
untuk kalian.
Yang kedua
teruntuk keluarga besar Monday Flash Fiction. Mungkin aku ialah seorang bocah
yatim piatu yang kehilangan rumah beserta keluarga dan seluruh cinta. Kemudian
di sini kalian tak hanya menerimaku menjadi sebatas teman, tapi juga keluarga. Terima kasih kalian yang ada untuk selalu menguatkan,
untuk selalu mendukung, untuk menghadirkan sebuah suasana sukacita, dan kerap
kali melepaskanku dari ketersendirian. Terima kasih, meski belum lama bergabung
tapi di sini aku merasa nyaman. Terima kasih kalian baik yang mendoakan,
mengabadikan namaku dalam sebuah cerita, menyanyikan sebuah lagu untukku, atau
lainnya. Sungguh sebuah kado yang cukup untuk meluluhkan perasaanku, membuatku
larut dalam keterharuan. Tak ada yang bisa aku ucapkan selain ribuan terima kasih.
Kalian menyadarkanku satu hal; sekecil apapun ketulusan yang diberikan, akan
berarti besar dan berharga bagi yang menerima.
Yang ketiga untuk
teman-teman coffebar. Terima kasih atas doa-doa yang kalian berikan. Meski sejujurnya
aku berharap lebih, dalam artian kita bisa menjadi utuh kembali seperti dulu.
Tapi segala yang nyata mungkin memang akan lebih dari yang maya.
Yang terakhir,
entah kau akan membacanya atau tidak. Terima kasih untukmu yang sekadar datang
tiba-tiba, seperti nafas yang dalam berembus sekali kemudian hilang lagi.
Terima kasih meski doamu melantun di dentang paling akhir, namun setidaknya
cukup untuk membuatku melepas senyum. Setidaknya aku tahu jauh di lubuk hatimu
paling dalam masih ada aku. Dan sekali lagi kau kembali, dan aku masih belum
punya alasan tuk membenci.
Salam dariku, yang
berbahagia...