Thursday, November 28, 2013

Lukaku Bahagiaku

Ini kisahku, bukan kisah bawang merah dan bawang putih. Semenjak kecil aku tak pernah mengenal rasa sayang.  Aku diterlantarkan begitu saja oleh kedua orang tuaku; aku tak pernah melihat bagaimana bentuk rupa mereka. Tak ada yang tahu siapa ibu dan ayahku.  Aku dibesarkan oleh seorang janda yang menemukanku didepan pintu gerbang rumahnya. Bukan kasih sayang yang aku dapatkan, hanya siksaan dan perintah darinya serta  anak-anaknya.

Aku terbiasa dengan bekas luka dan lebam-lebam diseluruh tubuhku, tak jarang darah sering mengucur dari lukaku. Aku suka merasakan sensasi yang timbul dari luka-luka yang terkena air ataupun alkohol. Aroma darah pun begitu khas dihidungku.

Kini aku beranjak dewasa, usiaku genap  20 tahun. Rumah yang biasanya tak pernah sepi oleh teriakan mereka, kini mendadak terasa lengang. Ya, sekarang rumah ini kutempati seorang diri. Mereka semua telah mati. Aku pikir mereka bahagia, karena itulah yang mereka ajarkan padaku sejak kecil. Mereka tentunya juga ingin merasakan siksaan hingga darah yang wangi itu mengucur dari seluruh tubuh yang penuh luka.

Itulah yang kupelajari semasa hidupku. Kebahagiaan tak harus hidup bergelimang harta. Merasakan sesuatu yang menyenangkan, itu membuatku bahagia. Dan kebahagiaan yang aku rasakan adalah dimana aku bisa menyakiti mereka, dan itu membuatku tertawa bahagia.


Malang, 2013


© 2014 by W.U. Widiarsa. All rights reserved

1 comment: